Blogger Template by Blogcrowds

.

Kondisi Perkoperasian Saat Ini

Perkoperasian Indonesia saat ini semakin memburuk di mana pertambahan jumlah koperasi aktif simetris dengan meningkatnya koperasi tidak aktif.
Kegiatan usaha koperasi terutama sektor riil menyusut drastis dan tersegmentasi dalam satuan usaha berskala kecil, kata Chief Consultant International Development Co-operatives, Fair Trade (Incofit Consult), Robby Tulus, di Jakarta, Selasa (27/7), dalam Diskusi Menggagas Langkah Konkret setelah Han Koperasi ke-63.
Di era reformasi di Indonesia nama koperasi hilang secara permanen dan Pasal 33 UUD 1945 pada 2002. "Kebijakan-kebijakan vital mulai dan perpajakan koperasi, KUR, dana bergulir, kredit ketahanan pangan, mengasumsikan koperasi yang sudah memenuhi persyaratan dinyatakan viable (sehat) dan sustainable (berkelanjutan).
Akan tetapi, sering terlupakan aspek mikronya yakni anggota koperasi.
 Koperasi simpan pnjam yang banyak berkembang saat ini bukan seharusnya terseret dalam "debt supercyde" (gali lubang-tutup lubang). Tapi seharusnya menanamkan sikap hemat dan menciptakan anggaran belanja keluarga.
Selain itu, sekitar 5000 koperasi di DKI Jakarta dalam kondisi mati suri. Untuk membangkitkannya kembali, perlu terobosan baru yang pada akhirnya akan memberi manfaat berupa kesejahteraan anggotanya.
Fakta lainnya adalah Kondisi perkoperasian di Kota Sukabumi saat ini mulai mengalami masa kritis, hal ini terlihat dari banyaknya koperasi yang gulung tikar pada Tahun 2009 lalu. Dari 337 koperasi yang ada, 20 % diantaranya kini sudah tidak beroperasi lagi. Hal tersebut diakui KepalaDinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Sukabumi Dudi Fathul Jawad. Menurut dia, secara akumulasi jumlah koperasi di Kota Sukabumi mengalami peningkatan yaitu dari 328 buah pada Tahun 2008 kemudian bertambah menjadi 337 pada Tahun 2009.
Banyaknya koperasi yang gulung tikar tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor, namun yang paling kruisal disebabkan oleh lemahnya kemampuan manajerial pengurusnya dan kurangnya pemahaman para anggota tentang arti beroperasi.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program  pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha  terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).

 Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

 Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.

Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
 Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi  yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan  infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi  selain peluang untuk memanfaatkan potensi  setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi  keuangan, pengem­bangan jaringan  informasi  serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi  merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah  di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit  di daerah.

Referensi: Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat, Instrans, Jakarta 2001.




Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda