Blogger Template by Blogcrowds

.


Di Indonesia UU perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 62 UU No.8 Tahun 1999. UU ini dibutuhkan untuk melindungi konsumen dan para pelaku usaha agar dapat terwujud keseimbangan dalam perekonomian di Indonesia. Sehingga tidak ada satupun pihak yang merasa dirugikan. Berdasarkan UU tersebut perlindungan konsumen di Indonesia haruslah berasaskan dengan  manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan, serta kepastian hukum. Lalu sesungguhnya bagaimana penerapannya di Indonesia?
Menurut saya UU ini belum berjalan dengan baik. Mengapa? Ini disebabkan oleh tingkat kesadaran konsumen yang masih rendah yang disebabkan oleh tingkat pendidikan konsumen yang rendah pula.  Sehingga terkadang konsumen cenderung pasrah dengan kerugian yang mereka terima, padahal sesungguhnya di Indonesia sudah ada sebuah lembaga YLKI yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang bertugas untuk melindungi hak-hak konsumen itu sendiri.
Selain itu banyak pula perbuatan para produsen yang hanya menginginkan keuntungan besar tanpa memikirkan kepentingan konsumen. Sebagai contoh produk-produk kosmetik yang dibuat dari bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat banyak beredar di pasaran dengan harga yang cukup terjangkau. Padahal produk-produk ini seharusnya sejak awal sudah tidak boleh beredar karena pasti tidak akan lulus pada test di BPOM, tetapi pada kenyataan produk ini dijual bebas dan badan yang terkait pada hal ini seakan diam saja dan tidak ada upaya untuk melakukan penyitaan barang-barang tersebut. Tentunya ini akan sangat merugikan konsumen.
Masalah lainnya adalah “black market”/ perdagangan illegal konsumen yang tidak mengerti mengenai kerugian dari black market mungkin akan senang karena mereka bisa mendapat barang branded dengan harga yang lebih murah. Tetapi, sesungguhnya mereka tidak tau bahwa kualitas dari barang itu sebenarnya buruk selain itu mereka tidak mendapat garansi apa-apa dari barang yang mereka berikan, tentu itu sangat merugikan mereka. Sayangnya, perdagangan illegal ini masih marak di Indonesia dan dapat mudah ditemui. Tetapi, pemerintah sekali lagi tidak ada upaya dalam mengatasi aktifitas perdagangan illegal ini.
UU perlindungan konsumen saat ini seakan hanya teori belaka. Banyak kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di depan mata tetapi hanya didiamkan oleh mereka yang seharusnya menegakkan hukum tersebut. Konsumen yang harusnya mendapatkan kepuasan saat menggunakan suatu prodik/jasa kini harus merasakan kerugian yang disebabkan oleh oknum-oknum produsen yang menginginkan untung yang besar.
Sebenarnya kategori apa yang dapat dikatakan melanggar hukum ekonomi itu  menurut KUHP. Kriteria pelanggar hukum itu antara lain:
a.       Adanya perbuatan melawan hukum;
b.      Adanya unsur kesalahan;
c.       Adanya kerugian;
d.      Adanya hubungan sebab akibat yang menunjukkan bahwa adanya kerugian disebabkan oleh kesalahan seseorang.

Adanya unsur melawan hukum dimana suatu perbuatan melawan hukum memenuhi unsur-unsur berikut : (1) Bertentangan dengan hak orang lain; (2) Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri; (3) Bertentangan dengan kesusilaan; (4) Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif, artinya untuk memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsur tersebut. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Produsen menurut hukum bertanggung jawab dan berkewajiban mengadakan pengawasan terhadap produk yang dihasilkannya. Pengawasan ini harus selalu dilakukan secara teliti dan menurut keahlian. Kalau tidak selaku pihak yang menghasilkan produk dapat dianggap lalai, dan kelalaian ini kalau kemudian menyebabkan sakit, cidera atau mati/meninggalnya konsumen pemakai produk yang dihasilkannya, maka produsen harus mempertanggung jawabkannya.
Sekiranya inilah yang dimaksud oleh Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa seseorang dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya. Oleh karena itu, konsumen selaku Penggugat harus dapat membuktikan bahwa produsen telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan itu atas dasar kesalahan produsen sebagai pihak yang menghasilkan produk tersebut.

Seharusnya upaya penegakan hukum yang ditunjang dengan adanya UU perlindungan konsumen yang merupakan perwujudan dari UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum didalam setiap kepentingan masyarakat, tetapi dengan adanya ketidakpastian akan perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan hambatan pada upaya perlindungan konsumen. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan lembaga yang dapat melindungi konsumen di Indonesia dalam hal ini adalah YLKI. Akan tetapi, konsumen masih terkesan enggan untuk mengadukan pelanggaran yang dialami oleh mereka. Konsumen Indonesia sejauh ini masih cenderung pasrah dan lebih memilih diam.padahal sudah sangat jelas diatur dalam KUHPerdata  pasal 1367 bahwa tanggung jawab mutlak terhadap produsen untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen akibat dari kerugian yang dialami konsumen yang disebabkan oleh barang yang cacat dan berbahaya. Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran bersama baik bagi konsumen maupun aparat penegak hukum untuk mau bersama-sama meneggakan perlindungan konsumen di Indonesia agar tidak ada lagi kerugian yang dirasakan oleh setiap konsumen di Indonesia.




0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda