Analisis UU Akuntan Publik No. 5 Tahun 2011 dalam Menghadapi IFRS
0 komentar Diposting oleh anisa_taha di 22.12
A Konvegerensi PSAK ke IFRS
International Financial
Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang
memberikan penekanan pada penilaian (revaluation)
profesional dengan disclosures yang
jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga
mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi
yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu negara ikut serta dalam bisnis
lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku
sama di semua negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan
utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia
terletak pada penerapan revaluation model,
yaitu kemungkinan penilaian aset menggunakan nilai wajar, sehingga laporan
keuangan disajikan dengan basis “true and
fair” (IFRS framework paragraph 46).
Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan
membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market).
Indonesia,
sebagai suatu negara berkembang pun tidak ketinggalan dalam mengadopsi IFRS.
Adopsi PSAK ke IFRS pun semakin menggaung ketika IAI mencanangkan konvergensi
penuh IFRS ke PSAK pada tahun 2012. Diharapkan, dengan adanya konvergensi ini
dapat memudahkan pemahaman terhadap laporan keuangan yang dikenal secara
internasional serta dapat meningkatkan arus investasi.
Indonesia
menganut bentuk yang mengambil IFRS sebagai referensi dalam sistem
akuntansinya. Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional
judgment, senantiasa peningkatan kompetensi harus pula diikuti dengan
peningkatan integritas. Program konvergensi IFRS ini dilakukan melalui tiga
tahapan yakni tahap adopsi mulai 2008 sampai 2011 dengan persiapan akhir
penyelesaian infrastruktur dan tahap implementasi pada 2012. Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK-IAI) telah menetapkan roadmap.
Menurut
Immanuela (2009), Indonesia harus mengadopsi IFRS untuk memudahkan perusahaan
asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian,
untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena
memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Tujuan IFRS adalah
memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang
dimasukkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas
tinggi yang terdiri dari :
1. Transparansi
bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2. Menyediakan
titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. Dapat
dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
Sedangkan
manfaat dari adanya suatu standar global :
1. Pasar
modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.
2. Investor
dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. Perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebutkan dalam
mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.
Standar akuntansi yang baru yakni IFRS
juga ditujukan untuk menciptakan suatu regulasi yang dapat memenuhi semua
kebutuhan setiap pengguna. Argumentasi yang umum diajukan terhadap kebijakan
akuntansi baru (IFRS) adalah bahwa banyak fakta yang menyatakan setiap
perubahan dalam standar akan mempengaruhi arti rasio keuangan dan angka
keuangan dari setiap aktivitas keuangan. Menurut Baruch Lev dalam Hendriksen
(2005) yang menyatakan bahwa perubahan standar yang berlaku memiliki pengaruh
yang nyata pada operasi keuangan.
Program konvergensi IFRS tentu akan menimbulkan
berbagai dampak terhadap bisnis antara lain :
1. Akses
ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan
lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
2. Relevansi
laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar
3. Di
sisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila
harga-harga fluktuatif.
B Pengaruh Regulasi atas Profesi
Akuntansi
Undang-Undang
Akuntan Publik diketuk oleh DPR RI pada tanggal 5 April 2011 dan disahkan
Presiden tanggal 3 Mei 2011. Undang-undang tentang Akuntan Publik antara lain
mengatur tentang regulator profesi, asosiasi profesi, perizinan, hak dan
kewajiban, tanggung jawab, sanksi, dan lain-lain. Saat ini di Indonesia belum
ada Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai Akuntan Publik. UU terakhir
mengenai akuntan adalah UU No. 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan.
Akuntan publik merupakan akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasanya di Indonesia. Ketentuan yang mengatur akuntan ini telah tercantum pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa Akuntan Publik. Setiap Akuntan Publik diwajibkan untuk menjadi anggota dari Ikatan Akuntan Publik Indonesia yang merupakan organisasi atau asosiasi profesi yang sudah diakui oleh Pemerintah Indonesia.
Akuntan publik merupakan akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasanya di Indonesia. Ketentuan yang mengatur akuntan ini telah tercantum pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa Akuntan Publik. Setiap Akuntan Publik diwajibkan untuk menjadi anggota dari Ikatan Akuntan Publik Indonesia yang merupakan organisasi atau asosiasi profesi yang sudah diakui oleh Pemerintah Indonesia.
Untuk mengetahui
bagaimana kompetensi seorang Akuntan Publik terpengaruh atau tidak oleh
Implementasi dari IFRS, maka perlu diketahui apa saja jasa yang ditawarkan oleh
Akuntan Publik dalam mengaplikasikan kompetensi yang dimiliki. Bidang jasa yang
ditawarkan oleh Akuntan Publik adalah sebagai berikut :
- Jasa atestasi
Yang termasuk
dalam jasa ini audit umuum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keua
angan prosfektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma,
review atas laporan keuangan, jasa audit serta atestasi lainnya.
- Jasa non-atestasi.
Kembali ke standar pelaporan keuangan
yang kini sudah menjadi keharusan bagi setiap entitas go publik di Indonesia,
IFRS. Berbagai manfaat diperoleh dari diterapkannya
standar ini, diantaranya meningkatkan kualitas, kredibilitas, dan
kegunaan laporan keuangan yang tentunya dapat memudahkan pemahaman atas laporan
keuangan. Laporan keuangan dapat dimengerti oleh pembaca laporan dari negara
manapun karena keseragamannya, dan pada akhirnya akan menciptakan efisiensi
dalam penyusunan laporan keuangan dan meningkatkan arus investasi kedalam dan
keluar melalui pelaporan yang diterima secara internasional.
Dengan diberlakukannya peraturan
tersebut, maka mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, semua entitas
yang termasuk kedalam entitas go publik harus menerapkan standar ini didalam
menyusun laporan keuangannya. Maka semua yang terkait dengan penyusunan
pelaporan keuangan ini harus memahami apa yang tercantum dalam IFRS ini.
Seorang Auditor harus terus
mengembangkan kompetensi yang dimiliki agar dapat menjalankan profesinya.
Estimasi dan laporan yang dibuat manajemen perusahaan harus dinilai oleh
akuntan publik yang menyediakan jasa audit, oleh karena itu akuntan publik
harus memiliki pemahaman terhadap tujuan dari standar yang juga menjadi faktor
pendorong dalam memberikan penilaian atas laporan dari manajemen tersebut. Oleh
karena itu dibutuhkan kompetensi terkait degan IFRS tersebut.
Manfaat
dari pengimplementasian IFRS diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan
investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait
dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Dan dengan
adanya a single set of high-quality, principles-based financial reporting
standards, perlahan tapi pasti kepentingan
publik dapat dilayani dengan baik.
Akuntan Publik juga harus
memahami peraturan lain terkait dengan standar ini, misalnya pajak dan lainnya.
Selain itu, Akuntan Publik juga bisa menawarkan jasa lainnya selain jasa audit.
Kebutuhan perusahaan bukan hanya jasa audit, perusahaan bisa membutuhkan jasa
Akuntan Publik yang lainnya. Semakin banyak yang ditawarkan tentunya semakin
banyak pula peluang untuk mengembangkan diri dan pendapatan pula. Terkait
dengan jasa auditnya, Akuntan Publik bisa melakukan audit perusahaan go public manapun
yang ada di Indonesia maupun diluar Indonesia, tentunya ini memperluas pasar
bagi akuntan publik dalam memperoleh klien.
Kompetensi yang dimiliki oleh auditor
juga mempengaruhi intuisi yang dimiliki dalam
memberikan penilaian terhadap materialitas
dalam laporan keuangan, oleh karena untuk menunjang ketepatan dari intuisi yang
diberikan, auditor harus memiliki kompetensi. Dengan diberlakukannya standar
IFRS ini, maka keharusan bagi setiap calon akuntan publik untuk memahaminya
guna memenuhi permintaan pasar yang pada kenyataannya terus bertambah, oleh karenanya
baik akuntan publik maupun calon akuntan publik harus mengupdate pengetahuan
dan kompetensinya. Selain itu, independensi seorang akuntan juga jangan
dilupakan, karena setinggi apapun kompetensinya, maka itu tidak akan
menyebabkannya mengaudit sebuah laporan keuangan dnegan tepat dan tentunya
sesuai degan peraturan yang berlaku. Kecuali, bila perusahaan memang
menginginkannya untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya.
Sumber: Fumasa, Ilma Hudalina dan Raisa. 2012. "ISU-ISU KONTEMPORER". MAKALAH: Pelaporan dan Akuntansi Keuangan. Program Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.
Mustaip, Liana. 2012. "PENGARUH IMPLEMENTASI IFRS TERHADAP KOMPETENSI AKUNTAN PUBLIK". Skripsi. Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
Judul: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN GO PUBLIC DI
BEJ
Pengarang: Reni Yendarwati & Fandli
Rokhman (Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, UII, Yogyakarta)
Penerbitan: Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Vol. 12, No. 1 Januari 2008, hal 66-75
1. Latar Belakang
Informasi
akuntansi yang ada di dalam laporan keuangan harus reliable, relevan, dan tepat
waktu agar dapat digunakan sebagai pembuat keputusan bisnis. Laporan keuangan haruslah disajikan tepat waktu agar
relevansi yang ada dalam informasi keuangan tersebut tidak hilang. Karena
apabila informasi keuangan itu disajikan tidak tepat waktu maka akan mengurangi
atau bahkan menghilangkan kemampuannya sebagai alat bantu pengambilan keputusan
bagi pemakainya. Lamanya waktu penyelesaian audit dapat mempengaruhi ketepatan
waktu informasi tersebut dipublikasikan
yang dapat berdampak pada reaksi
pasar terhadap keterbatasan informasi tersebut dan bisa mempengaruhi tingkat
ketidakpastiaan pada informasi yang dipublikasikan.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pengumuman laba yang terlamabat
menyebabkan abnormal returns seangkan
pengumuman laba yang cepat menyebabkan hal yang sebaliknya. Mengingat begitu
pentingnya ketepatan waktu dalam pelaporan informasi keuangan, maka audit delay serta factor-faktor lain
yang mempengaruhinya menjadi salah
satu objek yang signifikan untuk diteliti dalam penulisan ini.
Audit delay
adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan
tahun buku hingga tanggal diterbitkan laporan audit. Jangka waktu tersebutlah
yang diartikan sebgai audit delay. Audit delay sendiri merupakan indikator
utama dalam ketepatan waktu penyajian laporan keuangan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Audit Delay antara lai:
Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Pendapat Auditor, dan
Rugi/laba Usaha.
2. Data
2.1 Populasi, Sampel, Teknik Sampling
dan Alat Analisis
Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEJ dan menerbitkan
laporan keuangannya pada periode 2001-2005 dalam penelitian ini jumlah
perusahaan adalah 380 perusahaan yang terdiri dari sector manufaktur maupun
non-manufaktur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling dengan kriteria sebagai berikut: (1) perusahaan adalah perusahaan go public yang terdaftar di BEJ selama
tahun 2001-2005, (2) perusahaan mengeluarkan laporan audit yang memuat
pemberian pendapar akuntan publik yang dipublikasikan, (3) perusahaan mempunyai
tahun tutup buku 31 desember. Berdasarkan kriteria ini maka diperoleh hasil 50
perusahaan sebagai sampel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah SPSS.
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah audit
delay yakni lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal
penutupan buku hingga diterbitkan laporan audit. Variabel independent dalam
penelitian ini diwakilkan oleh ukuran perusahaaan (TOTREV), rugi/laba (LOSS),
tingkat profitabilitas (NILOTA), jenis pendapat akuntan (OPINI), dan jenis
industri (INDUS).
2.2 Metodelogi Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik
deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau memberikan gambaran
tentang data sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
2. Uji Hipotesis
Dalam
pengujian hipotesis di penelitian ini digunakan uji T dan uji F. uji F
digunakan apakah variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap
variabel dependen. Uji T digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen
berpengaruh secara parsial (masing-masing) terhadap variabel dependen.
3. Hasil
3.1 Analisis Deskriptif
Berdasarkan
penelitian ini maka diperoleh hasil bahwa rata-rata audit delay yang terjadi di Indonesia pada tahun 2001-2005 adalah
76,66 hari. Untuk perusahaan jenis manufaktur rata-rata audit delay adalah 80,62 hari ini lebih pendek dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya dan untuk perusahaan non-manufaktur
rata-rata audit delay adalah 73,55
hari. Rata-rata total revenue untuk
50 sampel perusahaan yang diteliti adala RP 4,9 triliun, standar deviasi untuk
total revenue adalah Rp. 10,5 triliun.
Untuk perusahaan jenis manufaktur rata-rata total revenue dari 22 sampel perusahaan yang diteliti adala Rp. 5,9
triliun, standar deviasi untuk total revenue
adalah Rp. 10,02 triliun. Sedangkan perusahaan jenis non-manufaktur rata-rata
total revenue dari 28 perusahaan yang
diteliti adalah Rp. 4,2 triliun standar deviasi adalah Rp. 10,8 triliun. Dari
50 sampel yang diteliti 44% merupakan perusahaan manufaktur dan sisanya 56%
merupakan perusahaan non-manufaktur.
3.2 Uji Hipotesis
3.2.1 Uji Simultan (F)
Berdasarkan
hasil uji F diketahui bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh
terhadap variabel dependen. Dengan nilai signifikan sebesar 0,039. Untuk
perusahaan non-manufaktur juga terbukti bahwa secara simultan variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen dengan nilai signifikan sebesar 0,022.
Sementar itu pada perusahaan manufaktur menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan secara signifikan antar variabel independent dengan variabel dependen.
3.2.2 Uji Parsial (t)
Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan (TOTREV) tidak
berpengaruh secara parsial terhadap variabel audit delay (AUDELAY) namun pengaruhnya positif. Dengan nilai
signifikan 0,0426 untuk perusahaan manufaktur sedangkan non-manufaktur sebesar 0,591. Ini menunjukan bahwa ukuran perusahaan tidak
memiliki pengaruh yang kuat terhadap audit
delay namun berpengaruh positif dimana semakin besar skala perusahaan
semakin panjang pula waktu yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data.
Variabel
rugi/laba (LOSS) secara individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel AUDELAY, namun pengaruhnya positif.
Dengan nilai signifikan 0,402 untuk keseluruhan perusahaan, 0,795 untuk
perusahaan manufaktur, sedangkan untuk perusahaan non-manufaktur variabel LOSS
secara individu memiliki pengaruh signifikan dengan arah positif.
Pada
sampel perusahaan secara keseluruhan dan subsampel (manufaktur dan
non-manufaktur) menunjukan bahwa perusahaan yang akan mengumumkan kerugian akan
memiliki audit delay yang panjang ini
disebabkan akibat yang ditimbulkan pada perusahaan, sehingga akuntan akan
berhati-hati dalam mengambil prosedur-prosedur audit yang memastikan nilai
kerugian.
Sementara
untuk sampel non-manufaktur memilih pengaruh signifikan karena perusahaan ini
memegang sector primer dan di sector tersier atau jasa dalam perekonomian
sehingga lebih banyak investor dan pihak-pihak yang berkepentingan pada laporan
keuangan tersebut mengaharpakan perusahaan itu mengahasilkan laba.
Variabel
profitabilitas (NILOTA) tidak berpengaruh signifikan dengan arah positif dengan
nilai 0,941 untuk sampel seluruh perusahaan, 0,683 untuk sampel manufaktur, dan
0,676 untuk sampel non-manufaktur. Sehingga dapat disimpulkan bahawa
profitabilitas tidak memiliki pengaruh kuat terhadap audit delay. Sedangkan arah positif menujukan bahwa semakin rendah
profitabilitas semakin panjang audit
delay.
Pendapat
akuntan publiki (OPIN) memiliki pengaruh signifikan terhadap audit delay dengan arah positif tetapi
untuk perusahaan manufaktur variabel OPIN tidak memiliki pengaruh signifikan
namun berarah positif. Sehingga sesuai dengan arah positif yang ditunjukan
dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pendapat wajar tanpa
pengecualian yang dimiliki laporan audit akan membuat audit delay lebih panjang karena membutuhkan negosiasi dengan
klien, konsultasi dengan partner audit
yang senior dan perluasan lingkup audit.
Jenis
industri (INDUS) secara individu tidak
berpengaruh signifikan. Perusahaan non-manufaktur terutama di industri keuangan
cenderung mengalami audit delay yang
lebih pendek dibandingkan jenis industry lainnya. Ini desebabkan industri
keuangan tidak memiliki saldo persediaan yang signifikan sehingga tidak perlu
waktu lama dalam mengaudit. Serta, kebanyakan asset yang dimiliki dalam bentuk
nilai moneter, sehingga lebih mudah diukur.
4. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan:
1. Rata-rata
audit delay yang terjadi pada
keseluruhan sampel perusahaan yang diteliti, yaitu sebanyak 50 perusahaan
adalah 76,66 hari. Pada perusahaan non-manufaktur rata-rata audit delay adalah 73,55 hari lebih
cepat 3,11 hari dari keseluruhan perusahaan sementara untuk perusahaan
manufaktur adalah 80,62 hari atau lebih panjang 3,96 hari.
2. Secara
keseluruhan variabel independen yang diwakili oleh ukuran perusahaan,
rugi/laba, tingkat profitabilitas, jenis pendapat akuntan publik, dan jenis
industri secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen yakni audit delay.
3. Secara
parsial hanya variabel pendapat akuntan publik saja yang berpengaruh secara
signifikan terhadap audit delay.
Sedangkan pada perusahaan non-manufaktur variabel pendapat akuntan public dan variabel
rugi/laba berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay.
5. Keterbatasan
Keterbatasan
yang dimiliki dalam penelitian ini yakni:
1. Hanya
lima variabel saja yang diuji dalam penelitian ini. Variabel yang memiliki
pengaruh terhadap audit delay seperti
faktor perusahaan publik dan non-publik, lamanya menjadi klien KAP, faktor luas
audit yang dilakukan tidak disertakan.
2. Data
yang digunakan menggunakan data sekunder. Sehingga variabel yang diteliti
adalah data yang dipublikasikan, sementara data-data yang tidak dipublikasikan
oleh akuntan public seperti luas audit uang dilakukan, kompleksitas EDP tidak
disertakan dalam penelitian.
Nama Reviewer: Anisa Alwiyah Taha
NPM: 20210872
Kelas: 4EB01
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Subscribe to:
Postingan (Atom)