Menurut
Utrecht Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. Tujuan hukum
mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,
kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melalui proses
pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang
tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
Unsur-unsur
hukum:
1. Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan
tersebut adalah tegas.
Ciri-ciri
hukum:
a. Adanya
perintah dan larangan.
b. perintah
dan larangan itu harus ditaati semua orang.
Pelanggaran hukum bisa terjadi
dikarenakan pelanggaran etik. Etik
berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/kebiasaan yang
baik.Perkembangan etik studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan,
menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam
kehidupan pada umumnya. Pengertian Etik Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia,etik adalah:
a) Ilmu
tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
b) Kumpulan
asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
c) Nilai
mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Salah satu
contoh pelanggaran hukum yang disebabkan pelanggaran etika adalah kasus
pencucian uang yang dilakukan oleh pegawai pelayanan pajak Dhana Widyatmika. Seperti
yang dinyatakan dalam Kompas bahwa Dhana terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 12 B Ayat 1
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
65 Ayat 1 ke-KUHP dan Pasal 12 Huruf e UU Tipikor juncto Pasal
55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan melakukan tindak pidana pencucian uang yang diancam
pidana sesuai dengan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal
65 Ayat 1 KUHP.
Menurut majelis
hakim, Dhana terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama, menerima
gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar berkaitan dengan kepengurusan
utang pajak PT Mutiara Virgo. Dhana bersama rekannya, Herly Isdiharsono,
mengurus penyelesaian pajak kurang bayar PT Mutiara Virgo tahun pajak 2003 dan
2004. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar
Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar.
Kedua, Dhana dianggap terbukti melakukan
tindak pidana pemerasan terhadap PT Kornet Trans Utama. Sebagai ketua tim
pemeriksa khusus wajib pajak PT Kornet, Dhana dan rekannya Salman Magfiron
meminta kepada PT Kornet Trans Utama agar mau memberikan uang Rp 1 miliar
supaya dibantu menurunkan kurang bayar pajak PT Kornet sebesar Rp 3,2 miliar. Akan
tetapi, PT Kornet tidak bersedia sehingga diperhitungkan nilai kurang bayar
pajak Rp 3,9 miliar. Perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud menguntungkan
diri sendiri, orang lain, dengan melawan hukum.
Selain itu, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian
uang atas kepemilikan uang Rp 11,41 miliar dan 302.000 dollar AS di
rekeningnya. Pun mengenai harta kekayaan Dhana yang dianggap nilainya tidak
wajar jika melihat posisi Dhana sebagai pegawai negeri golongan III C. Harta
Dhana yang dipermasalahkan di antaranya kepemilikan logam mulia seberat 1.100
gram yang disimpan dalam save deposite box Bank
Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Perbuatan Dhana ini tentunya melanggar kode
etik yang ada dalam Direktorat Jendral Pajak. Kode etik ini diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Direktorat Jendral
Pajak yang berlaku mulai tanggal 23 Juli 2007.
Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
berisi kewajiban dan larangan pegawai dalam menjalankan tugasnya serta dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Adapun beberapa kewajiban yang harus dilakukan
oleh setiap pegawai antara lain: (i) menghormati
agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain; (ii) bekerja secara professional,
transparan, dan akuntabel; (iii) mengamankan
data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak; (iv) memberikan pelayanan kepada Wajib
Pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanan tugas dengan
sebaik-baiknya; (v) menaati
perintah kedinasan; (vi) bertanggung
jawab dalam penggunaan barang inventaris milik Direktorat Jenderal Pajak; (vii) menaati ketentuan jam kerja dan tata
tertib kantor; (viii)menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakan; dan(ix) bersikap, berpenampilan, dan bertutur
secara sopan. Selain itu pegawai dilarang: (i)bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas; (ii) menjadi anggota atau simpatisan aktif
partai politik; (iii) menyalahgunakan
kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung; (iv) menerima segala pemberian dalam
bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari Wajib Pajak, sesama
pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga
memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya; (v) menyalahgunakan data atau informasi
perpajakan; (vi)menyalahgunakan fasilitas kantor; (vii) melakukan perbuatan yang patut diduga
dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem
informasi milik Direktorat Jenderal Pajak; dan (viii) melakukan perbuatan tidak terpuji
yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta
martabat Direktorat Jenderal Pajak.
Menurut penulis pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh Dhana ini tentu sangat meresahkan. Selain merugikan kerugian
bagi Negara, kasus ini tentunya mencoret nama baik lembaga yang ia naungi yakni
Dirjen Pajak, karena akibat dari perbuatannya membuat masyarakat mengaggap
bahwa lembaga ini tidak bersih dan tidak dapat melakukan kewajibannya dengan
baik, padahal hal ini hanyalah perbuatan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu
yang tentunya menguntungkan kepentingan pribadinya bukan mengatasnamakan nama lembaga.
Oleh karena itu, sistem dan budaya dalam
birokrasi haruslah diperbaiki lagi. Masyarakat pun diharapkan bisa ambil bagian
dalam pencegahan korupsi dalam birokrasi ini dengan melakukan pengawasan pada
kinerja pada birokrat. Selain itu diperlukan sanksi tegas terhadap para
birokrat yang melakukan korupsi jangan ada system tebang pilih dalam menangani
kasus mereka. Perekrutan para pegawai-pegawai yang akan memasuki birokrasi
tersebut pun haruslah transparan, tidak boleh ada unsur KKN. Karena apabila
perekrutan ini dipenuhi unsure tersebut maka akan melahirkan para oknum-oknum
yang tidak jujur. Mereka akan mencari keuntungan bagi kepentingan pribadi tanpa
mementingkan peraturan yang ada, dengan anggapan “biaya pengorbanan” yang harus
mereka keluarkan untuk memasuki birokrasi. Sehingga budaya KKN ini akan
terus-menerus terjadi dan membuat citra birokrasi semakin buruk.
0 Comments:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)