Blogger Template by Blogcrowds

.

Mudik

Mudik adalah kegiatan perantau/ pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Tradisi mudik hanya ada di Indonesia.
Angka-angka berikut membuktikan bahwa mudik menjadi fenomena unik dan menarik dari sebuah tradisi yang awalnya hanya berkutat pada masalah kefitrahan diri menjadi sebuah budaya mobilitas massal yang sangat masif dan konsumtif. Mulanya hanyalah menjaga  silaturahmi dan keberkahan di antara kerabat, sahabat maupun orang-orang terdekat, berubah menjadi gelombang kehidupan yang mampu mempengaruhi tatanan ekonomi negara. Semua karena tradisi mudik!
Sekitar 10 persen dari jumlah penduduk negeri ini (230.000.000 jiwa), atau sekitar 23 juta orang, melakukan mobilisasi secara bersamaan di saat mudik Lebaran dan setiap tahunnya, jumlahnya terus mengalami lonjakan.
Mudik dijadikan sebagai wahana klangenan atau “jembatan nostalgia” dengan masa lalu. Pemudik yang rata-rata berasal dari desa, diajak bercengkerama dengan romantisme alam pedesaan, yang di dalam konsep antropologi dikenal dengan sebutan close coorporate community. Pemudik merindukan nilai-nilai kebersamaan alamiah yang jarang lagi mereka temui dikota, karena ketatnya persaingan memburu “status”. Di sinilah ada benang merah yang dapat ditarik, mengapa keinginan pemudik untuk mengenang “sejarah” dirinya (barang sejenak) selalu dilakukan beriringan dengan perayaan Idul Fitri.

Hal di atas bisa dimaklumi, karena selama masa perantauannya, masyarakat urban “dipaksakan” menerima dan menjalankan tatanan sosial yang sebenarnya bertentangan dengan “kodratnya.” Hubungan-hubungan sosial di perkotaan (tempat mereka mengais rejeki), berbeda 180 derajat dengan solidaritas sosial yang dibangun di pedesaan, yang lebih menekankan ikatan emosional, moralitas dan kekerabatan. Solidaritas ala masyarakat perkotaan lebih didasarkan pada hubungan pekerjaan dan kepentingan (vested interest), terutama kepentingan ekonomi. Akibatnya, masyarakat urban dituntut untuk kerja kelas dan menghargai waktu jika tidak ingin terlindas roda zaman. Inilah yang mendorong mereka untuk, paling tidak, melepas penat sembari bernostalgia dengan masa lalu dengan jalan mudik (berlebaran di kapung). Sudah barang tentu, mereka juga tidak akan melewatkan gebyar ritual Idul Fitri di daerah asal yang suasananya lebih menyejukkan dan “menggigit” ketimbang di perkotaan.


Momentum Idul Fitri
Idul Fitri mempunyai makna dan dampak yang sangat menakjubkan dalam kehidupan, baik aspek pribadi dan aspek sosial. Sebelum Idul Fitri ada puasa Ramadhan yang merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bila kita sadari hal ini, ada sebuah kesadaran umum dalam masyarakat bulan Ramadhan merupakan sarana untuk meningkatkan amal ibadah. Dampaknya apa? Dalam bidang ekonomi kita bisa melihat secara langsung. Saat Idul Fitri terdapat budaya mudik ke kampung halaman. Tujuannya sangat mulia, yakni untuk bertemu keluarga dan sanak saudara. Dan saat mudik terdapat budaya untuk berbagi rejeki kepada sanak saudara dan tetangga. Terlepas dari masalah status sosial, mudik ke kampung halaman adalah sebuah niatan baik dan berdampak positif bagi sekitar lingkungan masyarakat. Yang tidak kalah penting juga adalah adanya silaturahmi antara tetangga, anggota masyarakata, dan bahkan para pejabat. Sebuah sarana untuk saling maaf dan memaafkan dan sekaligus membuka networking. Silaturahmi bisa membuat umur panjang, sangat membuka peluang untuk terjadinya kegiatan ekonomi yang positif di masyarakat.
Hal inilah yang perlu kita sadari dan diperlukan sebuah kesadaran bersama di masyarakat. Dan untuk menghilangkan sebuah stigma ‘gara-gara masalah ekonomi atau karena masalah ekonomi’ yang membawa dampak bagi aspek kehidupan yang lain. Seperti masalah kriminalitas, kenakalan remaja, pendidikan, dan lain-lain.  Dan stigma tersebut bisa kita rubah dengan mengambil pelajaran dari nilai-nilai Idul Fitri. Nilai-nilai Idul Fitri yang bisa kita simpulkan antara lain :
§  Upaya pendekatan diri kepada Tuhan
§  Niat yang baik
§  Mencintai keluarga
§  Berbagi kepada sesama
§  Silaturahmi
§  Dll
Jika kita amati dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi selama lebaran dan saat Idul Fitri merupakan dampak yang tidak langsung dari sebuah ritual agama dan budaya masyarakat. Hal inilah yang perlu disadari oleh semua pihak dan perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata. Membangun sebuah nilai-nilai positif dalam masyarakat. Dan kita menyadari bahwa nilai-nilai tersebut sudah ada dalam masyarakat sejak dahulu. Nilai-nilai tersebut luntur saat ini dengan berbagai sebab yang mungkin kita analisa lebih lanjut. Yang jelas faktor ekonomi sangat mempengaruhi. Misalnya orang yang kaya yang masih ingin selalu menambah kekayaannya untuk kepentingan pribadi. Dari segi lain masyarakat miskin mempunyai kecemburuan sosial, sehingga mengakibatkan keinginan untuk kaya dengan menghalalkan berbagai cara.
Perubahan tidak akan langsung terjadi, dan tidak semudah membalikan telapak tangan. Semua butuh proses yang tidak hanya dilakukan oleh satu individu. Diperlukan upaya bersama dan seluruh komponen masyarakat. Seperti momentum Idul Fitri yang dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dan tentunya membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara umum. Dan saatnya kita mengawali dengan niat yang baik dan mulai dari diri sendiri untuk berbuat yang terbaik.  
 Dampak Fenomena Mudik
Fenomena mudik sangat mempengaruhi roda perekonomian tanah air terutama dalam hal penyebaran peredaran uang. Pada hari-hari biasa peredaran serta perputaran uang lebih banyak di kota-kota besar misalnya Jakarta dimana banyak kegiatan ekonomi dari mulai sekala besar maupun kecil. Pada saat Lebaran atau hari raya dan mudik maka para pemudik membawa serta uang mereka kekampung halaman membelanjakan uang mereka dikampung halaman membagikan uang THR (angpau) kepada saudaranya. Di sepanjang perjalanan mudik maupun arus balik pemudik membawa berkah tersendiri kepada penduduk sekitar jalan yang dilewati pemudik. Ada juga diantara mereka yang membagikan zakat mal di kampung halamannya, maka perekonomian di pedesaan berupa peningkatan konsumsi guna memenuhi keperluan Lebaran di pasar-pasar tradisional ada peningkatan karena daya beli masyarakat di pedesaan meningkat momen ini ditunggu oleh para pedagang terutama yang menjajakan kebutuhan Lebaran termasuk pakaian.
Dengan adanya fenomena mudik dengan segala permasalahannya memperlihatkan bahwa pembangunan di tanah air belum merata. Terutama daerah-daerah yang letaknya jauh dari kota-kota besar. Pembangunan disegala bidang masih belum merata termasuk pembangunan SDM(sumber daya manusia) ini terbukti bahwa diantara para pemudik banyak mahasiswa dan pelajar. Mereka masih menganggap bahwa belajar atau menuntut ilmu di kota besar lebih baik dari pada di daerah atau dengan alasan bahwa di daerahnya tidak ada perguruan tinggi yang sesuai dengan minatnya.
Tidak hanya aspek ekonomi yang dipengaruhi secara besar-besaran oleh kegiatan mudik, karena mudik juga mengakibatkan perputaran kependudukan, karena pada kegiatan mudik ataupun kegiatan setelahnya yang dikenal dengan arus balik seringkali terjadi urbanisasi dan re-urbanisasi secara bersamaan. Pada umumnya yang seringkali disoroti adalah kegiatan urbanisasi yang terjadi ketika arus balik, para warga desa berbondong-bondong ikut pergi ke kota bersamaan dengan sanak keluarganya ataupun teman yang sudah lebih dulu mengadu nasib di kota. Dengan diiming-imingi banyaknya kesempatan kerja merekapun pergi ke kota dengan membawa segenap harapan. Sebaliknya, mereka yang memilih untuk keluar dari kehidupan kota dan kembali menetap di kampung mungkin adalah segelintir orang yang sudah merasakan kejamnya kota besar. Tidak hanya mereka yang memiliki kekecewaan yang memilih untuk kembali menetap di kampung halamannya, tetapi ada juga mereka yang membawa segenap inovasi dan ide cemerlang untuk menjadikan kampungnya lebih baik dari sebelumnya.

Demonstration Effect

Permasalahan yang timbul kemudian adalah selama mereka mudik, perilaku mereka telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat desa. Demonstration effect kaum urban telah memikat penduduk desa yang rata-rata menghadapi problem keterbatasan lapangan kerja, seiring dengan makin langkanya areal pertanian. Michael P Todaro (1978), secara lebih spesifik, meneliti variabel ini yang mempengaruhi arus urbanisasi.

Ditambah lagi, ada sementara pemudik yang menghamburkan hasil kerjanya secara membabi buta. Ini jelas menampakkan kesan bahwa siapa saja yang mengadu peruntungannya di kota akan berhasil dan terhormat. Belum lagi pada daerah tertentu, Minangkabau misalnya, menganggap tradisi merantau sebagai “budaya khas”. Singkat kata, alasan-alasan seperti ini yang menambah motivasi untuk segera melakukan eksodus ke kota (baca: urbanisasi).

Akhirnya, urbanisasi menjadi “satu-satunya” pilihan untuk mengubah nasib. Sektor pertanian yang selama ini digelutinya, dianggap sudah ketinggalan zaman dan tidak prospektif lagi. Fenomena ini jelas membawa implikasi bagi peningkatan aktivitas sektor informal di perkotaan. Karena hanya sektor inilah yang dapat menjadi tumpuan harapan bagi kaum urban, terutama bagi yang tidak memiliki keterampilan. Sekaligus jika tidak diantisipasi lebih dini, berpotensi melahirkan persoalan-persoalan krusial seperti maraknya tindak kriminal, meledaknya pengangguran dan menjamurnya perkampungan kumuh.

Faktor Ekonomi

Sejak L. Wirth menulis tesisnya tentang Urbanism as a Way of Life (1983), urbanisasi menjadi buah bibir banyak kalangan. Urbanisasi bagi kalangan sarjana, poenting dan menariksebagai obyek penelitian dan konseptualisasi teori yang menyangkut mobilitas penduduk dari desa ke kota. Selain itu, masalah urbanisasi bersentuhan langsung dengan realitas sosial kita sehari-hari.

Dalam bukunya yang berjudul Cities, Poverty and Development Urbanization in the Third World, Gilbert dan Gigler, seperti dikutip M. Sufyan, menyebutkan banyak literatur menemukan sederet bukti bahwa a;asan utama urbanisasi adalah masalah ekonomi. Kuatnya variabel ekonomi sebagai alasan orang berurbanisasi terutama banyak dijumpai di kawasan Asia, Afrka dan Amerika Latin/. Dengan kata lain, urbanisasi lebih banyak terjadi di negara Selatan-Selatan yang relatif lebih miskin  ketimbang di negara-ne Utara-utara (Eropa dan Amerika Utara). M. Sufyan lebih lanjut memaparkan hasil penelitian Simmonz, Diaz-Briquette dan Laquian (1977), yang menguatkan penemuan Shaw (1975) dan Lawder (1978) telah membuktikan hal itu. Bahkan ilmuwan Yap (1977), dengan memakai model ekonometri, berhasil menemukan fakta bahwa perbedaan pendapatan yang tajam antara desa dan kota telah memperlicin jalan maraknya urbanisasi.

Faktor ekonomi inilah yang mempengaruhi secara signifikan terjadinya urbanisasi, termasuk di Indonesia.

Dampak Mudik Terhadap Perekonomian
Mudik di Indonesia tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian.  Lain hal dengan negara Filipina.  Di Filipina bukan ketika lebaran tapi terjadi ketika musim natal.  Di Filipina mempunyai pengaruh yang sangat besar dari segi perekonomian dikarenakan, pekerja Filipina yang berada di luar negeri menggunakan jasa transfer uang atau remittance hingga mendatangkan devisa dalam jumlah banyak untuk negaranya.  Sedangkan di Indonesia mudik cuma peristiwa musiman. Ada uang yang ditansfer tetapi jumlahnya tidak sebesar di Filipina walaupun untuk tingkat daerah jumlah kiriman kaum pemudik itu cukup besar. Uang yang dikirimpun kebanyakan dipakai untuk keperluan rumah, mendirikan usaha kecil atau sumbangan.

Kata Mochtar Hasan, analis keuangan, mudik di Indonesia dikatakannya hanya memberikan sedikit kenaikan konsumsi domestik  pada aktivitas ekonomi, tetapi tidak punya pengaruh yang signifikan. Pemudik hanya memberikan dampak ekonomi kecil pada misalnya sector transfortasi atau sector eceran.  Jadi kalau ingin dicari dampak ekonomi mudik di Indonesia, maka itu bisa didapatkan pada kenaikan aktivitas ekonomi.  Pulangnya kaum urban ke kampung halamannya dan membelanjakan uangnya hingga menciptakan kegiatan ekonomi dadakan alias tidak punya dampak secara jangka panjang ini, diperkirakan akan terus berlangsung dimasa mendatang.


Pandangan Umar Juoro, analis ekonomi. Jadi fenomena mudik sebenarnya tidak lebih dari sebagai sebuah penghelatan singkat seperti halnya pasar malam yang tidak punya dampak ketika acaranya bubar. Itu dipandang dari segi ekonomi. Namun dari sisi lain, tentu saja, mudik tetap memberikan arti dan makna jangka panjang. Yang kerja diluar negeri, merasa sebagai orang Indonesia ketika mudik. Sementara perantau di kota kembali menjadi bagian dari kampungnya yang damai. Semuanya, mereka yang mudik dengan menggunakan pesawat sampai sepeda motor, merasa di hari nan Fitri,   kembali ke jatidiri adalah hal yang mutlak. Jika sudah begini, dampak ekonomi mudik sama sekali tidak relevan.


Sumber :
http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/fenomena-fantastik-mudik.html

0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda